SURABAYA – Seorang pengusaha perikanan budidaya asal Jawa Timur, HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy, mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto, berisi usulan penghentian ekspor benih bening lobster (BBL) ke Vietnam, dan menggantinya dengan ekspor lobster berukuran minimal 50 gram.
Usulan ini disampaikan Khalilur melalui surel resmi bertanggal Senin, 13 Oktober 2025, yang juga menyampaikan dukungan terhadap langkah Presiden yang telah menyetop ekspor BBL per 1 Agustus 2025 lalu.
Dalam surat tersebut, Khalilur atau juga disapa Gus Lilur mengaku telah melakukan penelitian dan praktik budidaya lobster di Vietnam sejak awal 2024 hingga pertengahan 2025. Kini, ia tengah menjalankan usaha budidaya lobster di sejumlah titik di Gugusan Teluk Kangean, Sumenep, Jawa Timur.
“Saya sangat bahagia ketika Bapak Presiden menyetop ekspor benih bening lobster mulai 1 Agustus 2025 dan mengambil alih kewenangan pengaturannya dari kementerian ke Perpres,” tulis Gus Lilur yang diterima KontriPantura.com. Selasa (14/10).
Menurut Gus Lilur, ekspor benih bening lobster yang selama ini berjalan hanya menguntungkan negara tujuan, sementara Indonesia kehilangan potensi nilai tambah dan lapangan kerja. Ia mengusulkan agar ekspor BBL diganti dengan ekspor lobster ukuran 50 gram. Ini berarti para eksportir harus melakukan budidaya lobster minimal selama dua bulan terlebih dahulu sebelum dapat menjualnya ke luar negeri.
“Langkah ini akan membuka ratusan ribu lapangan kerja bagi masyarakat pesisir dan petani tambak. Selain itu, nilai jual lobster 50 gram jauh lebih tinggi dibanding BBL,” tulisnya.
Gus Lilur menjelaskan, harga BBL di pasar ekspor berkisar antara 1,5–3 dolar AS per ekor, sedangkan lobster ukuran 50 gram bisa mencapai 5 dolar AS per ekor. Dengan demikian, pemerintah dapat menetapkan tarif ekspor minimum sekitar 1 dolar AS per ekor, yang akan menjadi penerimaan negara.
Dalam suratnya, Gus Lilur juga mengklaim telah berkomunikasi langsung dengan tiga pejabat Kementerian Pertanian dan Lingkungan Hidup Vietnam (Ministry of Agriculture and Environment – MAE Vietnam). Ia menyampaikan gagasan untuk mengganti BBL dengan lobster 50 gram, dan ketiganya menyambut baik usulan tersebut.
“Mereka setuju. Bahkan merasa diuntungkan karena tidak perlu menghadapi fase sensitif pergantian kulit pertama pada BBL, yang kerap menimbulkan kematian akibat kanibalisme atau infeksi,” jelasnya.
Gus Lilur juga menyinggung pernyataan Presiden Prabowo dalam sebuah video yang viral di media sosial, di mana Presiden menyampaikan keinginan agar tidak ada lagi sistem kuota dalam ekspor dan impor.
“Jangan ada lagi kuota-kuotaan. Bebaskan saja siapa pun rakyat Indonesia yang ingin mengekspor atau mengimpor,” ujar Presiden Prabowo dalam video waktu itu.
Bagi Pengusaha yang juga merupakan salah satu tokoh penting di Jawa Timur tersebut, pernyataan itu sangat inspiratif dan mencerminkan semangat nasionalisme ekonomi. Namun, ia menyayangkan bahwa dalam praktiknya, sistem ekspor BBL masih didominasi oleh kuota yang berujung pada praktik monopoli oleh segelintir pelaku besar atau mafia lobster.
“Saya berharap sistem ekspor benar-benar dibuka untuk seluruh rakyat, dari Sabang sampai Merauke. Jangan ada lagi kuota dan dominasi oleh oligarki. Ini demi keadilan ekonomi nasional,” tegasnya.
Kebijakan penghentian ekspor BBL yang dilakukan sejak 1 Agustus 2025 masih berada dalam masa transisi, menunggu terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum tetap.Gus Lilur berharap Perpres tersebut akan segera terbit dan memuat kebijakan baru yang lebih berpihak pada budidaya di dalam negeri, serta mendorong industri perikanan Indonesia naik kelas.
“Saya yakin dan percaya, di tangan Bapak Presiden Prabowo Subianto, Indonesia akan berjaya di darat, di laut, dan di udara,” ujarnya menutup surat elektroniknya.
Indonesia selama ini dikenal sebagai negara dengan potensi benih lobster terbesar di dunia, khususnya jenis panulirus ornatus dan panulirus homarus yang memiliki nilai tinggi di pasar Asia Timur dan Eropa. Namun, ekspor benih yang langsung dijual ke negara lain sering dikritik karena menjual "masa depan" industri perikanan.
Saat ini, pelaku usaha budidaya, eksportir, serta masyarakat pesisir menantikan kebijakan konkret dari pemerintah, termasuk kejelasan soal regulasi baru, transparansi sistem ekspor, serta dukungan infrastruktur budidaya lobster nasional.
Surat dari seorang pengusaha perikanan seperti Gus Lilur menunjukkan bahwa kebijakan laut dan perikanan bukan hanya soal ekspor semata, tetapi juga soal kedaulatan pangan, keadilan ekonomi, dan masa depan masyarakat pesisir.
Di tengah harapan besar terhadap visi “Indonesia sebagai poros maritim dunia”, usulan-usulan dari pelaku usaha di lapangan bisa menjadi bahan pertimbangan penting bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan kelautan yang inklusif dan berkelanjutan.
Berikut surat elektronik yang d tulis oleh pengusaha asal Jawa Timur tersebut :
SUREL
Surat Elektronik
Kepada Yang Terhormat
Presiden Republik Indonesia
Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto
Di Tempat
Assalamu'alaikum wa Rohmatullahi wa Barokatuh
Merdeka !!!
Salam Sejahtera Saya sampaikan semoga Bapak Presiden senantiasa sukses memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi Adil, Makmur, Jaya, Sentosa di bawah naungan Ridho Allah, Tuhan yang Maha Kuasa.
Bapak Presiden,
Perkenalkan Nama Saya:
HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy
Founder Owner
PT. Bandar Laut Dunia Grup - BALAD Grup.
Penulis Buku PRABOWO UNTUK INDONESIA RAYA - Cetak 2014.
Saya bangga dan Bahagia, Sosok yang Saya dukung jadi Presiden pada 2014 akhirnya terpilih menjadi Presiden pada 2024.
Alhamdulillah
Bapak Presiden Yang Terhormat,
Saya adalah Pengusaha Perikanan Budidaya.
Selama 19 Bulan sejak Awal Tahun 2024 sampai Juli 2025 Saya mempelajari Budidaya Lobster di Vietnam dan sedang berbudidaya Lobster di beberapa Teluk di Gugusan Teluk Kangean Sumenep Jawa Timur.
Bapak Presiden,
Mohon izin memberikan Usulan;
Budidaya Lobster di Vietnam sangat bergantung pada suplai Benih Bening Lobster / BBL dari Indonesia.
Saya sangat bahagia ketika Bapak Presiden menyetop dan memberhentikan Ekspor Benih Bening Lobster per 1 Agustus 2025 kemudian mengambil alih otoritas pengaturan Ekspor BBL dari Kepmen KKP No. 7 Tahun 2024 menjadi di bawah PERPRES meskipun PERPRES tersebut belum terbit.
Sehubungan belum terbitnya PERPRES tersebut perkenankan Saya memberikan Usulan pada Yang Terhormat Bapak Presiden, begini usulan Saya;
Stop dan hentikan Ekspor Benih Bening Lobster / BBL dari Republik Indonesia ke Republik Sosialis Vietnam.
Gantikan Ekspor Benih Bening Lobster dari Republik Indonesia ke Republik Sosialis Vietnam dengan Ekspor Lobster dengan berat 50 Gram.
Pergantian Ekspor BBL menjadi Ekspor Lobster 50 Gram ini akan membuat Para Pengekspor BBL harus berbudidaya Lobster setidaknya selama Dua Bulan.
Kegiatan Budidaya Lobster 50 Gram selama Dua Bulan ini akan membuka Ratusan Ribu Lapangan Kerja serta menaikkan Harga jual Lobster.
Jika Penjualan BBL berkisar 1.5 US$ - 3 US$, maka penjualan Lobster 50 Gram setidaknya bisa dipatok di harga 5 US$ dan Pemerintah RI bisa menetapkan tarif Ekspor minimal 1 US$ per Ekor.
Republik Sosialis Vietnam malah akan semakin bahagia karena terhindar dari 1 proses pergentian kulit dari BBL menjadi Lobster 50 Gram yg berpotensi menyebabkaj kematian baik akibat kanibalisme sesama Lobster maupun akibat penyakit saat pergantian kulit.
Ekspornya silahkan diatur oleh Negara dengan membebaskan siapa pun Rakyat Republik Indonesia bisa jualan tanpa kuota-kuotaan yang ujungnya hanya dimonopoli Mafia Lobster.
Bapak Presiden,
Saya bahagia ketika melihat Video Bapak di Media Sosial di mana Bapak Presiden mengatakan begini:
Jangan ada lagi kuota-kuotaan, bebaskan saja siapapun mengimpor dan mengekspor.
Pernyataan Bapak Presiden tersebut sungguh sangat Patriotis, Darah Nasionalisme Saya bergejolak menyaksikan Video Bapak Presiden tersebut, sedihnya di Ekspor Benih Bening Lobster masih ada Kuota-kuotaan.
Sebelum menulis SUREL ini, beberapa Bulan yang lalu Saya sempat berdiskusi dengan beberapa Pejabat dan Birokrat Kementerian MAE Vietnam - Ministry Agriculture Environment Vietnam, lalu tadi pagi (Senin 13 Oktober 2025 pukul 09.00 WIB) Saya menelp 3 Pejabat Vietnam yang mengatur Impor dan Karantina BBL, Saya menanyakan pada Beliau bertiga bagaimana kalau Ekspor BBL diganti Ekspor Lobster 50 Gram?
Jawaban 3 Pejabat di MAE sungguh melegakan, Beliau bertiga setuju.
Demikian Usulan ini Saya haturkan, semoga Bapak Presiden berkenan menerimanya.
Saya yakin dan percaya, di tangan Bapak Presiden, Republik Indonesia akan berjaya di Darat, di Laut dan di Udara.
Mohon dimaafkan jika Rakyat Biasa seperti Saya lancang mengajukan Usulan ini.
Saya doakan Bapak Presiden panjang umur dan sukses membawa Indonesia menjadi Negara yang dihormati Negara lainnya di Seluruh Dunia.
Demikian Surat Elektronik ini Saya sampaikan, semoga Bapak Presiden berkenan.
Merdeka !!!
Wassalamu'alaikum wa Rohmatullahi wa Barokatuh
Surabaya, Senin 13 Oktober 2025
Kantor Bandar Laut Dunia Grup
Graha Pena Ekstensi
10 Flr
Jl. Ahmad Yani No. 88
Ketintang Gayungan
Surabaya
Jawa Timur
Indonesia
60231
Salam Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
HRM. Khalilur R Abdullah Sahlawiy
Founder Owner
Bandar Laut Dunia Grup
Penulis Buku Prabowo Untuk Indonesia Raya
Pesisir Utara gang 7, Desa Kilensari Kec. Panarukan Kab. Situbondo, Jawa Timur
+6282222211086
admin@kontripantura.com
©2025 Kontri Pantura. All Rights
Reserved.
Design by HTML Codex
Distributed by ThemeWagon