JAKARTA — Dominasi 11 perusahaan dalam impor gula rafinasi kembali menjadi sorotan tajam di parlemen. Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKB, Nasim Khan, memperingatkan bahwa struktur pasar yang terlalu tertutup berisiko meminggirkan petani tebu lokal yang selama ini menggantungkan hidup pada produksi gula rakyat. Kamis (7/8/2025).
“Sebelas perusahaan itu mengendalikan hampir seluruh alur impor gula mentah untuk industri,” kata Nasim kepada wartawan, Ia menyebut perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Asosiasi Gula Kristal Rafinasi Indonesia (AGRI) memiliki otoritas penuh dalam mengatur pasokan gula kristal rafinasi (GKR) untuk sektor industri makanan, minuman, farmasi, dan kosmetik.
Perusahaan-perusahaan besar seperti PT Angels Products, PT Jawamanis Rafinasi, hingga PT Makassar Tene memperoleh izin impor gula mentah dari negara seperti Thailand, Australia, dan Brasil melalui regulasi dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian.
Pada 2022, alokasi impor raw sugar untuk kebutuhan industri mencapai 3,4 juta ton, hampir menyamai total kebutuhan nasional gula rafinasi.
Nasim menyebut struktur pasar yang terkonsentrasi ini rawan menimbulkan praktik kartel dan manipulasi harga. Ia menyoroti minimnya akses publik terhadap informasi seputar kuota impor masing-masing perusahaan dan distribusi gula rafinasi di pasar.
“Transparansi dan akuntabilitas harus diperkuat. Jangan sampai ada pengendalian pasokan yang justru menyulitkan petani tebu dan pelaku UMKM di sektor pangan,” tegas Nasim.
Dengan kebutuhan gula nasional sekitar 4,5 hingga 5 juta ton per tahun, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 2,5–3 juta ton dari dalam negeri. Sisanya, terutama untuk industri, dipenuhi melalui impor. Nasim mengkhawatirkan ketergantungan ini akan semakin meminggirkan peran petani lokal.
“Kami melihat semangat petani mulai tumbuh lagi dalam beberapa tahun terakhir, tapi kalau sistem terus seperti ini, mereka bisa kapok menanam tebu,” ujar Nasim, legislator dari daerah pemilihan Dapil II Jatim (Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi).
Ia juga mengungkapkan bahwa pedagang besar kini enggan membeli tebu rakyat karena harga tak bersaing dan pasokan industri telah tercukupi dari impor. “Tata niaga gula lokal sedang dalam krisis. Kalau tidak segera diperbaiki, jurang antara petani dan korporasi besar akan semakin dalam,” pungkasnya.
Pesisir Utara gang 7, Desa Kilensari Kec. Panarukan Kab. Situbondo, Jawa Timur
+6282222211086
admin@kontripantura.com
©2025 Kontri Pantura. All Rights
Reserved.
Design by HTML Codex
Distributed by ThemeWagon